Drama Bahasa Jawa lucu,,,,, :)
Blog Tresna Jawi Menika Anggadhahi Ancas Kangge Ngleluri Kasusatran Jawi. Mugi saged migunani kangge bebrayan agung.
Rabu, 15 Januari 2014
Tradisi Begalan
BEGALAN
Kata "Begalan" berasal dari bahasa Jawa,
artinya perampokan. Dalam penyajiannya memang terjadi dialog sesuai dengan legenda.
Syahdan, pada saat putri bungsu Adipati Wirasaba (Kec. Bukateja, Kab.
Purbalingga) hendak dinikahkan dengan putri sulung Adipati Banyumas Pangeran
Tirtokencono. Begalan wajib dilaksanakan. Sebab bila tata cara ini tidak
diindahkan, dikhawatirkan bakal terjadi bencana atau musibah. Bencana bisa
menimpa kedua mempelai dalam mengarungi bahtera hidup berumah tangga. Tradisi
Begalan di dalamnya sangat dipercaya mengandung kekuatan gaib dan unsur
Irasional.
Menurut para pakar budaya di Banyumas, tradisi begalan muncul sejak
Pemerintah Bupati Banyumas ke XIV, saat itu Raden Adipati Tjokronegoro (tahun
1850). Pada jaman itu Adipati Wirasaba berhajat mengawinkan putri bungsunya
Dewi Sukesi dengan Pangeran Tirtokencono, putra sulung Adipati Banyumas. Satu
minggu setelah pernikahannya Sang Adipati Banyumas berkenan memboyong kedua
mempelai dari Wirasaba ke Kadipaten Banyumas (ngunduh temanten),
berjarak kurang lebih 20 km.
Setelah menyeberangi sungai Serayu dengan menggunakan perahu tambang,
rombongan yang dikawal sesepuh dan pengawal Kadipaten Wirasaba dan Banyumas,
di tengah perjalanan yang angker dihadang oleh seorang begal (perampok)
berbadan tinggi besar, hendak merampas semua barang bawaan rombongan pengantin.
Terjadilah peperangan antara para pengawal melawan Begal raksasa yang mengaku
sebagai penunggu daerah tersebut.
Pada saat pertempuran akhirnya begal dapat dikalahkan. Kemudian lari
menghilang masuk ke dalam Hutan yang angker dan wingit. Perjalanan
dilanjutkan kembali, melewati desa Sokaweradan Kedunguter. Sejak itu para
leluhur daerah Banyumas berpesan terhadap anak cucu agar mentaati tata cara persyaratan
perkawinan, dikandung maksud kedua mempelai terhindar dari marabahaya.
Selasa, 14 Januari 2014
Tembang Dolanan
ILIR-ILIR
Lir-ilir, lir-ilir
Tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo
Tak sengguh temanten anyar
Cah angon, cah angon
Penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekno
Kanggo mbasuh dodotiro
Dodotiro, dodoiro
Kumitir bedah ing pinggir
Dondomono, jlumatono
Kanggo sebo mengko sore
Mumpung padhang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Yo sorako, sorak iyo!!
Syair tembang dolanan Ilir-ilir tersebut apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai berikut.
‘Bangunlah, bangunlah!’
‘Tanaman sudah bersemi’
‘Demikian menghijau’
‘Bagaikan pengantin baru’
‘Anak gembala, anak gembala’
‘Panjatlah (pohon) belimbing itu’!
‘Biar licin dan susah tetaplah kau panjat’
‘untuk membasuh pakaianmu’
‘Pakaianmu, pakaianmu’
‘terkoyak-koyak dibagian samping’
‘Jahitlah, Benahilah!’
‘untuk menghadap nanti sore’
‘Mumpung bulan bersinar terang’
‘Mumpung banyak waktu luang’
‘Bersoraklah dengan sorakan Iya!!’
Dalam syair tembang dolanan yang berjudul Ilir-ilir mengandung makna religius (keagamaan). Sedangkan maksud yang terkandung dalam tembang tersebut adalah kita sebagai umat manusia diminta bangun dari keterpurukan untuk lebih mempertebal iman dan berjuang untuk mendapatkan kebahagiaan seperti bahagianya pengantin baru. Meminta Si anak gembala untuk memetikkan buah blimbing yang diibaratkan perintah salat lima waktu. Yang ditempuh dengan sekuat tenaga kita tetap berusaha menjalankan Rukun Islam apapun halangan dan resikonya. Meskipun ibarat pakaian kita terkoyak lubang sana sini, namun kita sebagai umat diharapkan untuk memperbaiki dan mempertebal iman dan taqwa agar kita siap memenuhi panggilan Ilahi robbi.
Lir-ilir, lir-ilir
Tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo
Tak sengguh temanten anyar
Cah angon, cah angon
Penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekno
Kanggo mbasuh dodotiro
Dodotiro, dodoiro
Kumitir bedah ing pinggir
Dondomono, jlumatono
Kanggo sebo mengko sore
Mumpung padhang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Yo sorako, sorak iyo!!
Syair tembang dolanan Ilir-ilir tersebut apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai berikut.
‘Bangunlah, bangunlah!’
‘Tanaman sudah bersemi’
‘Demikian menghijau’
‘Bagaikan pengantin baru’
‘Anak gembala, anak gembala’
‘Panjatlah (pohon) belimbing itu’!
‘Biar licin dan susah tetaplah kau panjat’
‘untuk membasuh pakaianmu’
‘Pakaianmu, pakaianmu’
‘terkoyak-koyak dibagian samping’
‘Jahitlah, Benahilah!’
‘untuk menghadap nanti sore’
‘Mumpung bulan bersinar terang’
‘Mumpung banyak waktu luang’
‘Bersoraklah dengan sorakan Iya!!’
Dalam syair tembang dolanan yang berjudul Ilir-ilir mengandung makna religius (keagamaan). Sedangkan maksud yang terkandung dalam tembang tersebut adalah kita sebagai umat manusia diminta bangun dari keterpurukan untuk lebih mempertebal iman dan berjuang untuk mendapatkan kebahagiaan seperti bahagianya pengantin baru. Meminta Si anak gembala untuk memetikkan buah blimbing yang diibaratkan perintah salat lima waktu. Yang ditempuh dengan sekuat tenaga kita tetap berusaha menjalankan Rukun Islam apapun halangan dan resikonya. Meskipun ibarat pakaian kita terkoyak lubang sana sini, namun kita sebagai umat diharapkan untuk memperbaiki dan mempertebal iman dan taqwa agar kita siap memenuhi panggilan Ilahi robbi.
Serat Kalatidha
SERAT KALATIDHA
Serat Kalatidha iku anggitane Raden Ngabehi Rangga Warsita,
saka Kraton Surakarta.
Serat Kalatidha utawa Kalabendu kalebu serat kang kondhang.
Serat Kalatidha uga diarani serat Jaman Edan.
Kalatidha: kala
→wektu, tidha →mangu-mangu (ragu-ragu): jaman kang
kebak rasa mangu-mangu
Kalabendu: kala
→wektu, bendu(bebendu) → paukuman: jaman
nalika negara nampa paukuman/pacoban
saka Gusti.
Diarani serat
kalabendu, amarga isine nerangake kahanan nalika manungsa wis ora bisa
ngendhaleni hawa nepsune.
Serat Kalatidha kalebu
serat kondhang amarga:
1.
Basane
apik tur endah manawa diwaca utawa ditembangake.
2.
Isine
mentes, tansah cocog yen dadi pasinaon
ing saben wektu. Isine filsafat, pitutur, ajaran tumrap manungsa urip ing
ngalam donya.
3.
Mujudake
panjangka/ramalan jaman sing bakal kelakon.
SINOM
1.
Amenangi jaman edan,
ewuh aya ing pambudi,
melu edan ora tahan,
yen tan melu anglakoni,
boya kaduman melik,
kaliren wekasanipun,
dilalah karsa Allah,
begja-begjane kang lali,
luwih begja kang eling lawan waspada.
ewuh aya ing pambudi,
melu edan ora tahan,
yen tan melu anglakoni,
boya kaduman melik,
kaliren wekasanipun,
dilalah karsa Allah,
begja-begjane kang lali,
luwih begja kang eling lawan waspada.
2.
Ratune ratu utama,
patihe patih linuwih,
pra nayaka tyas raharja,
panekare becik-becik,
parandene tan dadi,
paliyasing kalabendu,
malah mangkin andadra,
rubeda kang ngreribedi,
beda-beda ardane wong sanegara.
patihe patih linuwih,
pra nayaka tyas raharja,
panekare becik-becik,
parandene tan dadi,
paliyasing kalabendu,
malah mangkin andadra,
rubeda kang ngreribedi,
beda-beda ardane wong sanegara.
Gancarane:
1. Urip ing jaman
edan sarwa pakewuh, arep melu edan ora
kepenak ing ati, yen ora melu ombyaking jaman ora oleh apa-apa, wusanane
ngelih/kaliren, wis dadi kersane Kang Maha Kuwasa, Sanajan wong kang lali iku
bisa seneng/kepenak nanging luwih begja kang tansah eling lan ngati-ati.
2. Ratune
apik,Patihe apik, para nayaka praja becik-becik, para warga kang dadi panutan
ya becik ,nanging kabeh iku mau ora bisa ndadekake kahanan saya apik. Amarga
saka dayane jaman kala bendu. Pacoban/bebendu saya akeh, saben wong beda-beda kekarepan
lan panemune.
SERAT KALATIDHA
Salah satu karya besar dari RADEN Mas Ngabehi Ronggowarsito,
Serat Kalatidha yang berisi gambaran zaman penjajahan yang disebut "zaman
edan".Lahir pada 15 Maret 1802 dengan nama asli Bagus Burham. Ayahnya
seorang carik Kadipaten Anom yang bernama Raden Mas Pajangswara. Ibunya Raden
Ayu Pajangswara merupakan keturunan ke-9 Sultan Trenggono dari Demak.Pada 24
Desember 1873, meninggal dunia dengan tenteram. Tempat peristirahatan
terakhirnya terletak di Palar, sebuah desa kecil di wilayah Klaten.
Mangkya darajating praja
Kawuryan wus sunyaruri
Rurah pangrehing ukara
Karana tanpa palupi
Atilar silastuti
Sujana sarjana kelu
Kalulun kala tida
Tidhem tandhaning dumadi Ratune ratu utama
Keadaan negara waktu sekarang, sudah semakin merosot.
Situasi (keadaan tata negara) telah rusah, karena sudah tak ada yang dapat diikuti lagi.
Sudah banyak yang meninggalkan petuah-petuah/aturan-aturan lama.
Orang cerdik cendekiawan terbawa arus Kala Tidha (jaman yang penuh keragu-raguan).
Suasananya mencekam. Karena dunia penuh dengan kerepotan.
Ratune ratu utama
Patihe patih linuwih
Pra nayaka tyas raharja
Panekare becik-becik
Paranedene tan dadi
Paliyasing Kala Bendu
Mandar mangkin andadra
Rubeda angrebedi
Beda-beda ardaning wong saknegara
Sebenarnya rajanya termasuk raja yang baik,
Patihnya juga cerdik, semua anak buah hatinya baik, pemuka-pemuka masyarakat baik,
namun segalanya itu tidak menciptakan kebaikan.
Oleh karena daya jaman Kala Bendu.
Bahkan kerepotan-kerepotan makin menjadi-jadi.
Lain orang lain pikiran dan maksudnya.
Katetangi tangisira
Sira sang paramengkawi
Kawileting tyas duhkita
Katamen ing ren wirangi
Dening upaya sandi
Sumaruna angrawung
Mangimur manuhara
Met pamrih melik pakolih
Temah suka ing karsa tanpa wiweka
Waktu itulah perasaan sang Pujangga menangis, penuh kesedihan,
mendapatkan hinaan dan malu, akibat dari perbuatan seseorang.
Tampaknya orang tersebut memberi harapan menghibur
sehingga sang Pujangga karena gembira hatinya dan tidak waspada.
Dasar karoban pawarta
Bebaratun ujar lamis
Pinudya dadya pangarsa
Wekasan malah kawuri
Yan pinikir sayekti
Mundhak apa aneng ngayun
Andhedher kaluputan
Siniraman banyu lali
Lamun tuwuh dadi kekembanging beka
Persoalannya hanyalah karena kabar angin yang tiada menentu.
Akan ditempatkan sebagai pemuka tetapi akhirnya sama sekali tidak benar,
bahkan tidak mendapat perhatian sama sekali.
Sebenarnya kalah direnungkan, apa sih gunanya menjadi pemuka/pemimpin ?
Hanya akan membuat kesalahan-kesalahan saja.
Lebih-lebih bila ketambahan lupa diri, hasilnya tidak lain hanyalah kerepotan.
Ujaring panitisastra
Awewarah asung peling
Ing jaman keneng musibat
Wong ambeg jatmika kontit
Mengkono yen niteni
Pedah apa amituhu
Pawarta lolawara
Mundhuk angreranta ati
Angurbaya angiket cariteng kuna
Menurut buku Panitisastra (ahli sastra), sebenarnya sudah ada peringatan.
Didalam jaman yang penuh kerepotan dan kebatilan ini, orang yang berbudi tidak terpakai.
Demikianlah jika kita meneliti. Apakah gunanya meyakini kabar angin akibatnya hanya akan menyusahkan hati saja. Lebih baik membuat karya-karya kisah jaman dahulu kala.
Keni kinarta darsana
Panglimbang ala lan becik
Sayekti akeh kewala
Lelakon kang dadi tamsil
Masalahing ngaurip
Wahaninira tinemu
Temahan anarima
Mupus pepesthening takdir
Puluh-Puluh anglakoni kaelokan
Membuat kisah lama ini dapat dipakai kaca benggala,
guna membandingkan perbuatan yang salah dan yang betul.
Sebenarnya banyak sekali contoh -contoh dalam kisah-kisah lama,
mengenai kehidupan yang dapat mendinginkan hati, akhirnya “nrima”
dan menyerahkan diri kepada kehendak Tuhan.
Yah segalanya itu karena sedang mengalami kejadian yang aneh-aneh.
Amenangi jaman edan
Ewuh aya ing pambudi
Milu edan nora tahan
Yen tan milu anglakoni
Boya kaduman melik
Kaliren wekasanipun
Ndilalah karsa Allah
Begja-begjane kang lali
Luwih begja kang eling lawan waspada
Hidup didalam jaman edan, memang repot.
Akan mengikuti tidak sampai hati, tetapi kalau tidak mengikuti geraknya jaman
tidak mendapat apapun juga. Akhirnya dapat menderita kelaparan.
Namun sudah menjadi kehendak Tuhan. Bagaimanapun juga walaupun orang yang lupa itu bahagia namun masih lebih bahagia lagi orang yang senantiasa ingat dan waspada.
Semono iku bebasan
Padu-padune kepengin
Enggih mekoten man Doblang
Bener ingkang angarani
Nanging sajroning batin
Sejatine nyamut-nyamut
Wis tuwa arep apa
Muhung mahas ing asepi
Supayantuk pangaksamaning Hyang Suksma
Segalanya itu sebenarnya dikarenakan keinginan hati. Betul bukan ?
Memang benar kalau ada yang mengatakan demikian.
Namun sebenarnya didalam hati repot juga. Sekarang sudah tua,
apa pula yang dicari. Lebih baik menyepi diri agar mendapat ampunan dari Tuhan.
Beda lan kang wus santosa
Kinarilah ing Hyang Widhi
Satiba malanganeya
Tan susah ngupaya kasil
Saking mangunah prapti
Pangeran paring pitulung
Marga samaning titah
Rupa sabarang pakolih
Parandene maksih taberi ikhtiyar
Lain lagi bagi yang sudah kuat. Mendapat rakhmat Tuhan.
Bagaimanapun nasibnya selalu baik.
Tidak perlu bersusah payah tiba-tiba mendapat anugerah.
Namun demikian masih juga berikhtiar.
Sakadare linakonan
Mung tumindak mara ati
Angger tan dadi prakara
Karana riwayat muni
Ikhtiyar iku yekti
Pamilihing reh rahayu
Sinambi budidaya
Kanthi awas lawan eling
Kanti kaesthi antuka parmaning Suksma
Apapun dilaksanakan. Hanya membuat kesenangan pokoknya tidak menimbulkan persoalan.
Agaknya ini sesuai dengan petuah yang mengatakan bahwa manusia itu wajib ikhtiar,
hanya harus memilih jalan yang baik.
Bersamaan dengan usaha tersebut juga harus awas dan
waspada agar mendapat rakhmat Tuhan.
Ya Allah ya Rasulullah
Kang sipat murah lan asih
Mugi-mugi aparinga
Pitulung ingkang martani
Ing alam awal akhir
Dumununging gesang ulun
Mangkya sampun awredha
Ing wekasan kadi pundi
Mula mugi wontena pitulung Tuwan
Ya Allah ya Rasulullah, yang bersifat murah dan asih,
mudah-mudahan memberi pertolongan kepada hambamu disaat-saat menjelang akhir ini.
Sekarang kami telah tua, akhirnya nanti bagaimana.
Hanya Tuhanlah yang mampu menolong kami.
Sageda sabar santosa
Mati sajroning ngaurip
Kalis ing reh aruraha
Murka angkara sumingkir
Tarlen meleng malat sih
Sanityaseng tyas mematuh
Badharing sapudhendha
Antuk mayar sawetawis
Borong angga sawarga mesi martaya
Mudah-mudahan kami dapat sabar dan sentosa,
seolah-olah dapat mati didalam hidup.
Lepas dari kerepotan serta jauh dari keangakara murkaan.
Biarkanlah kami hanya memohon karunia pada MU agar mendapat ampunan sekedarnya.
Kemudian kami serahkan jiwa dan raga dan kami.
Mangkya darajating praja
Kawuryan wus sunyaruri
Rurah pangrehing ukara
Karana tanpa palupi
Atilar silastuti
Sujana sarjana kelu
Kalulun kala tida
Tidhem tandhaning dumadi Ratune ratu utama
Keadaan negara waktu sekarang, sudah semakin merosot.
Situasi (keadaan tata negara) telah rusah, karena sudah tak ada yang dapat diikuti lagi.
Sudah banyak yang meninggalkan petuah-petuah/aturan-aturan lama.
Orang cerdik cendekiawan terbawa arus Kala Tidha (jaman yang penuh keragu-raguan).
Suasananya mencekam. Karena dunia penuh dengan kerepotan.
Ratune ratu utama
Patihe patih linuwih
Pra nayaka tyas raharja
Panekare becik-becik
Paranedene tan dadi
Paliyasing Kala Bendu
Mandar mangkin andadra
Rubeda angrebedi
Beda-beda ardaning wong saknegara
Sebenarnya rajanya termasuk raja yang baik,
Patihnya juga cerdik, semua anak buah hatinya baik, pemuka-pemuka masyarakat baik,
namun segalanya itu tidak menciptakan kebaikan.
Oleh karena daya jaman Kala Bendu.
Bahkan kerepotan-kerepotan makin menjadi-jadi.
Lain orang lain pikiran dan maksudnya.
Katetangi tangisira
Sira sang paramengkawi
Kawileting tyas duhkita
Katamen ing ren wirangi
Dening upaya sandi
Sumaruna angrawung
Mangimur manuhara
Met pamrih melik pakolih
Temah suka ing karsa tanpa wiweka
Waktu itulah perasaan sang Pujangga menangis, penuh kesedihan,
mendapatkan hinaan dan malu, akibat dari perbuatan seseorang.
Tampaknya orang tersebut memberi harapan menghibur
sehingga sang Pujangga karena gembira hatinya dan tidak waspada.
Dasar karoban pawarta
Bebaratun ujar lamis
Pinudya dadya pangarsa
Wekasan malah kawuri
Yan pinikir sayekti
Mundhak apa aneng ngayun
Andhedher kaluputan
Siniraman banyu lali
Lamun tuwuh dadi kekembanging beka
Persoalannya hanyalah karena kabar angin yang tiada menentu.
Akan ditempatkan sebagai pemuka tetapi akhirnya sama sekali tidak benar,
bahkan tidak mendapat perhatian sama sekali.
Sebenarnya kalah direnungkan, apa sih gunanya menjadi pemuka/pemimpin ?
Hanya akan membuat kesalahan-kesalahan saja.
Lebih-lebih bila ketambahan lupa diri, hasilnya tidak lain hanyalah kerepotan.
Ujaring panitisastra
Awewarah asung peling
Ing jaman keneng musibat
Wong ambeg jatmika kontit
Mengkono yen niteni
Pedah apa amituhu
Pawarta lolawara
Mundhuk angreranta ati
Angurbaya angiket cariteng kuna
Menurut buku Panitisastra (ahli sastra), sebenarnya sudah ada peringatan.
Didalam jaman yang penuh kerepotan dan kebatilan ini, orang yang berbudi tidak terpakai.
Demikianlah jika kita meneliti. Apakah gunanya meyakini kabar angin akibatnya hanya akan menyusahkan hati saja. Lebih baik membuat karya-karya kisah jaman dahulu kala.
Keni kinarta darsana
Panglimbang ala lan becik
Sayekti akeh kewala
Lelakon kang dadi tamsil
Masalahing ngaurip
Wahaninira tinemu
Temahan anarima
Mupus pepesthening takdir
Puluh-Puluh anglakoni kaelokan
Membuat kisah lama ini dapat dipakai kaca benggala,
guna membandingkan perbuatan yang salah dan yang betul.
Sebenarnya banyak sekali contoh -contoh dalam kisah-kisah lama,
mengenai kehidupan yang dapat mendinginkan hati, akhirnya “nrima”
dan menyerahkan diri kepada kehendak Tuhan.
Yah segalanya itu karena sedang mengalami kejadian yang aneh-aneh.
Amenangi jaman edan
Ewuh aya ing pambudi
Milu edan nora tahan
Yen tan milu anglakoni
Boya kaduman melik
Kaliren wekasanipun
Ndilalah karsa Allah
Begja-begjane kang lali
Luwih begja kang eling lawan waspada
Hidup didalam jaman edan, memang repot.
Akan mengikuti tidak sampai hati, tetapi kalau tidak mengikuti geraknya jaman
tidak mendapat apapun juga. Akhirnya dapat menderita kelaparan.
Namun sudah menjadi kehendak Tuhan. Bagaimanapun juga walaupun orang yang lupa itu bahagia namun masih lebih bahagia lagi orang yang senantiasa ingat dan waspada.
Semono iku bebasan
Padu-padune kepengin
Enggih mekoten man Doblang
Bener ingkang angarani
Nanging sajroning batin
Sejatine nyamut-nyamut
Wis tuwa arep apa
Muhung mahas ing asepi
Supayantuk pangaksamaning Hyang Suksma
Segalanya itu sebenarnya dikarenakan keinginan hati. Betul bukan ?
Memang benar kalau ada yang mengatakan demikian.
Namun sebenarnya didalam hati repot juga. Sekarang sudah tua,
apa pula yang dicari. Lebih baik menyepi diri agar mendapat ampunan dari Tuhan.
Beda lan kang wus santosa
Kinarilah ing Hyang Widhi
Satiba malanganeya
Tan susah ngupaya kasil
Saking mangunah prapti
Pangeran paring pitulung
Marga samaning titah
Rupa sabarang pakolih
Parandene maksih taberi ikhtiyar
Lain lagi bagi yang sudah kuat. Mendapat rakhmat Tuhan.
Bagaimanapun nasibnya selalu baik.
Tidak perlu bersusah payah tiba-tiba mendapat anugerah.
Namun demikian masih juga berikhtiar.
Sakadare linakonan
Mung tumindak mara ati
Angger tan dadi prakara
Karana riwayat muni
Ikhtiyar iku yekti
Pamilihing reh rahayu
Sinambi budidaya
Kanthi awas lawan eling
Kanti kaesthi antuka parmaning Suksma
Apapun dilaksanakan. Hanya membuat kesenangan pokoknya tidak menimbulkan persoalan.
Agaknya ini sesuai dengan petuah yang mengatakan bahwa manusia itu wajib ikhtiar,
hanya harus memilih jalan yang baik.
Bersamaan dengan usaha tersebut juga harus awas dan
waspada agar mendapat rakhmat Tuhan.
Ya Allah ya Rasulullah
Kang sipat murah lan asih
Mugi-mugi aparinga
Pitulung ingkang martani
Ing alam awal akhir
Dumununging gesang ulun
Mangkya sampun awredha
Ing wekasan kadi pundi
Mula mugi wontena pitulung Tuwan
Ya Allah ya Rasulullah, yang bersifat murah dan asih,
mudah-mudahan memberi pertolongan kepada hambamu disaat-saat menjelang akhir ini.
Sekarang kami telah tua, akhirnya nanti bagaimana.
Hanya Tuhanlah yang mampu menolong kami.
Sageda sabar santosa
Mati sajroning ngaurip
Kalis ing reh aruraha
Murka angkara sumingkir
Tarlen meleng malat sih
Sanityaseng tyas mematuh
Badharing sapudhendha
Antuk mayar sawetawis
Borong angga sawarga mesi martaya
Mudah-mudahan kami dapat sabar dan sentosa,
seolah-olah dapat mati didalam hidup.
Lepas dari kerepotan serta jauh dari keangakara murkaan.
Biarkanlah kami hanya memohon karunia pada MU agar mendapat ampunan sekedarnya.
Kemudian kami serahkan jiwa dan raga dan kami.
Cerkak
NGARANG CERKAK
Crita
cekak mujudake crita gancaran kang duwe titikan mangkene:
a. Isine
ngandharake sawijining lelakon utawa kadadeyan
b. Ana
paraga utamane lan paraga tambahan
c. Nggambarake
kedadeyan kang ana ing masarakat
d. Ngemot
pitutur, piwulang utawa pasemon
Nulis
utawa ngarang crita cekak kuwi ora nganggo pathokan lan
paugeran
sing gumathok. Sing baku ana critane lan paragane.
Dene
susunane crita cekak (cerkak) kaperang dadi mangkene:
a. Tetepungan
Nggambarake swasana utawa kahanan
paraga
b. Masalah
Nggambarake masalah sing diadhepi
dening paraga
c. Cara
ngluwari masalah
Nggambarake kepriye carane paraga
uwal saka masalah
d. Panutup
utawa pungkasaning crita
Nggambarake pungkasane crita
Dene
bebakalaning crita cekak yaiku:
a. Tema
Yaiku sing dadi underane crita,
upamane: kadurjanan, pendidikan, kabudayan, kasarasan,
lsp.
b. Paraga
Yaiku paraga/pelaku sing melu
mbangun crita. Kaperang ana paraga pokok (tokoh utama) lan paraga Bantu (tokoh
pembantu)
c. Watak
Gegambarane wewatekane tokoh,
wateke becik (protagonist) apa wewatekane ala lan tansah ngreridhu paraga pokok
(antagonis)
d. Setting
Yaiku papan kedadeyane
crita lan wektune
e. Alur/plot
Yaiku bakune crita
wiwit saka lekas nganti pungkasan (perkenalan, konflik, penyelesaian)
Homograf, Dasanama, Geguritan
HOMOGRAF
Homograf: tembung kang padha tulisane , nanging beda pocapan
lan
tegese.
Tuladhane:
-
teken: (tanda tangan)/tapak asta, teken: tongkat
-
lemper: araning panganan, lemper: piranti
nyambel
-
cemeng: ireng, cemeng : anak kucing
-
kendel: wani, kendel: leren/ngaso
-
geger: boyok/perangan awak, geger: rame
-
meri:
kepengin, meri: anak bebek
-
gendheng: kanggo payon omah, gendheng: bambung/lokak
-
lempeng: krupuk saka tela, lempeng: lurus/kenceng
-
tegel: jobin, tegel: tega
-
tengen: aran dumununge papan, tengen: gampang
tangi
-
kesed : piranti kanggo nngresiki reged ing
sikil/sandhal/sepatu, kesed:
memengan/wegahan, kesed: resik banget
-
pentil: karet, pentil: bakale woh
-
ketel: peranti kanggo ngliwet/ngroncong sega,
ketel: kandel(lebat)
tumrap rambut
-
kepet: piranti tepas-tepas, kepet: perangane
swiwi lele, kepet:
-
gedhek: nam-naman saka pring, gedhek: tandha ora
sarujuk
DASANAMA
Dasanama (sinonim): tembung kang padha tegese.
Tuladha:
-
tlatah: wilayah, wewengkon, daerah
-
gunung: giri, arga, wukir, ardi, redi, prabata,
parwata
-
endah: apik, edi
-
ati: tyas, galih, nala,
-
banyu: warih, toya, her, we, tirta
-
watara: kurang luwih, kirang langkung, kira-kira
-
wanara: kethek, kapi, wre, rewanda
-
sasi: wulan, rembulan, candra, sasadara,
sitaresmi
-
wisata: plesir, lelungan seneng-seneng
-
priksa: ngerti, uninga
-
kondhang: kawentar, kasusra, kajanapriya,
kaonang-onang,
-
misuwur, kaloka, kontab
GEGURITAN
Maca geguritan iku paugerane 4 w:
1. Wicara : pocapane cetha, ora bindheng utawa blero
2. Wirama : munggah-mudhun, alon-banter swara
3. Wiraga : ekpresi,patrap, obahing awak, pasemon
4. Wirasa : dirasakake jroning ati isining geguritan
Langganan:
Postingan (Atom)